Ombak bergulung-gulung menampar batu karang yang kokoh, bergemuruh.
Menghempaskan buih-buih pada pasir putih yang bergelombang. Segelintir
kepinting berjalan lirih tanpa peduli, burung-burung mungil bertengger pada
ranting-ranting tak berdaun, bernyanyi
merdu. Semilir angin mengibaskan
pasir-pasir putih, memburai, berbisik.
Perempuan itu duduk sendiri
diatas hamparan pasir putih yang terbentang luas, dengan tatapan sendu
memandangi lautan berombak. Perempuan itu bernama Sophie. Tubuhnya terlihat
lesu, desir angin yang memainkan rambut sebahunya diacuhkan begitu saja, dia melamun,
entah apa yang sedang dipikirkannya.
Lamunannya diburaikan oleh derap langkah seorang lelaki
berkaos putih, lelaki itu duduk disamping Sophie. Mereka berdua mematung,
membisu. Hanya bayangan mengabu-abu yang bergulir dipikiran mereka berdua.
***
Sophie mengenal lelaki itu ditepi jalan menuju pantai dinegri
yang selalu nampak seperti suasana malam. Lelaki itu bernama Bintang. Bintang
memiliki mata elang, sangat menawan. Kulitnya putih, badannya tinggi tegap,
rambutnya tak terlalu lurus juga tak terlalu keriting, senyumannya seperti
senja, nada bicaranya seperti alunan piano berirama romantic. Setelah
perkenalan itu mereka jadi sering berinteraksi. Mencuri waktu disela-sela
segudang aktifitas yeng menyelubungi mereka berdua, hanya untuk membicarakan
tentang laut, pantai, embun pagi, ruang sempit tak berlampu, malam, dan jalanan
beraspal yang diapit bukit-bukit bergaunkan pepohonan rindang.
“Bi, ceritakan padaku tentang cinta”
“Baiklah, kamu coba sebut satu kata saja maka aku akan
certikan ”
“Mmmm, malam”
“Malam adalah kebahagian tak terbantahkan. Malam adalah kamu,
yaa kamu laksana malam yang memberiku semangkuk derai titik-titik gerimis.
menyejukan dan menenangkan. Itulah cinta bagiku, dan cintaku adalah kamu.
kamulah satu-satunya gerimis malamku”
“(…)”
Sophie tersipu, pipinya merah bersemu, lalu menyerang Bintang
dengan seribu cubitan
“Aduh.. sakit ah, pie. Dari pada kamu cubitin aku mendingan
kamu peluk aku aja”
“Ihh, maunya. Aku cubit lagi ni.. “
“Pie, aku serius sayang sama kamu ”
“Udah lah Bi, jangan becanda mulu, aku cubit lagi ni.. “
“Jangan pie, jangan.. Ampun.”
Begitulah Sophie dan Bintang sa’at menguarai waktu berdua. Shopie selalu menganggap
ucapan-ucapan Bintang itu hanyalan sebuah bualan belaka, Bintang memang
orangnya suka melebih-lebihkan sesuatu yang orang kebanyakan biasa menyebutnya
‘lebay’. Sophie tak bisa pungkiri bahwa didalam lubuk hatinya yang terdalam dimana
dalamnya tak terjangkau meteran, Dia menaruh
rasa pada Bintang. Rasa yang membuatnya nyaman, Rasa yang membuatnya lupa akan
waktu dan jalan pulang, rasa yang membuatnya susah tertidur lelap, rasa yang
membuatnya tak berselera makan, rasa yang membuat jantungnya dag-dig-dug tak
karuan, rasa yang membuatnya berselimut keabu-abuan namun juga membahagiakan.
***
Debur ombak terus bergulung-gulung memecah kebisuan. Burung-burung
masih setia bertengger di ranting-ranting coklat tak berdaun.
“pie, ijinkanlah aku menyayangimu” Ucap Bintang sembari
menatap wajah sendu Shopie.
“(…)”
Shopie hanya diam tak bergeming, Bintang meraih tangan Shopie
lalu menggenggamnya erat.
“Pie, Percayalah padaku. Aku sungguh menyayangimu, aku ingin
selalu menjagamu disisa umurku”
“(…)”
Shopie masih tetap diam lalu memilih beranjak dari duduknya.
Dia pergi meninggalkan Bintang sendirian. Shopie berlalu begitu saja, tanpa
sepatah katapun.
“Ma’afkan aku Bintang, aku pun menyayangimu. Tapi aku takut.
Lebih baik aku pergi sebelum perasaan ini semakin menggerogoti hatiku. ”
Gumam Shopie dalam hati mengiringi langkahnya menyusuri pasir
putih yang sesekali kedua kakinya terkena percikan ombak. Sedang Bintang masih
terduduk diatas pasir putih. Sendiri. Memandangi lautan berombak. Senja mulai
nampak dengan rona jingga keemasan. Menawan. Ada butiran lembut jatuh menyentuh
pipi Bintang. Asin. Bintang menitikan air mata.
“Pie, kenapa kau tak ijinkan aku menyayangimu? kenapa kau
malah memilih menutup pintu hatimu? dengarkan lah isi hatiku, Shopie. Aku
menyayangimu, aku mencintaimu.”
***
Jogja, 22 Juli 2012
Untuk sesuatu yang masih tersamarkan karena waktu yang terlalu kejam
Rss
Google+
Facebook
Twitter