“Dalam gelap, aku tetap bisa mencintaimu
secara sempurna dan bebas”
Kamu dan keseluruhanmu, di mataku, tetap selalu menjadi
sesuatu yang paling mengagumkan. Sebenci-bencinya aku padamu, pada akhirnya aku akan tetap
kembali padamu. Itulah keistimewaanmu. Aku minta ma’af untuk sikapku beberapa minggu ini, aku lepas kendali, aku dibelenggu api amarah dan kegelisahan, hingga
banyak sikap yang tak mampu ku kendalikan. Aku tau ini salah, tak seharusnya
aku bersikap demikian. Pahamilah, terlepas dari para nabi dan Rosul, tak ada manusia
sempurna di dunia. Seperti itulah aku yang tak luput dari khilaf dan dosa.
Ma’afkan aku..
Aku membutuhkanku seperti pecandu membutuhkan heroin. Aku
membutuhkanmu seperti musafir membutuhkan air. Aku membutuhkanmu seperti gersang membutuhkan hujan. Aku membutuhkanmu. Kenapa kita harus mengakhiri kisah yang
selama ini kita rajut diam-diam? Kenapa kita harus berhenti di titik yang masih
tersamarkan? Apa kita tak bisa kembali merajut kisah kita seperti halnya dulu
kita merajut kisah walau tanpa ikatan? Aku hanya ingin kita berdua ditempatkan
pada kondisi dimana kita merasa baik-baik saja, tak ada kegelisahan-kegelisahan
yang entah dimana tepinya. Bukankah dulu kamu pernah bilang: Nikmati saja
perasaan ini, tak harus ada ikatan, kalau dengan hubungan seperti ini saja
kita masih dapat bahagia, kenapa harus meminta lebih? Bukankah sesuatu yang
berlebihan atau dilebih-lebihkan itu tak baik? Yaa, itu katamu. Ah! Aku benarr-benar teramat
merindukanmu.
Hei, masihkah kamu berkenan mengajakku melangkah bersama dalam
liku-liku hidupmu? Masihkan kamu berkenan menjadikanku serpihan walau kecil sekalipun, dalam alur
cerita hidupmu? Aku membutuhkanmu. Kamu tau? tiap malam tiba, aku selalu
melukismu dalam imajinasi-imajinasi liarku. Tanpa aku sadari, fajar suda tiba
begitu saja. Hei, kamu tau? aku belum tidur sama sekali. Seperti inilah
Malam-malam yang aku lewati: penuh kegelisahan tapi juga menyenangkan. Bukankah
ini kolaborasi yang seksi?
Sumpah! Sejujurnya aku teramat merindukanmu, hanya saja aku
tak lagi tau bagaimana cara mengutaraknnya. Entah sebab apa, aku seperti
kehilangan: cara, ide, akal, daya, keberanian, untuk sekedar berucap “hai”
apalagi lagi berkata jujur tentang rindu yang segunung. Entah, entah, entah!
Dapatkah kamu membantuku keluar dari belenggu
seperti ini? Aku mohon, aku sungguh-sungguh membutuhkanmu.
Jogja, 31 Maret 2013
Untuk seseorang yang jaket hitamnya masih ada padaku. Jaket
hitamnya yang tak pernah jemu-jemu menemani hari-hariku. Bila kamu pening
karena tulisan ini, aku sarankan lekass-lekaslah kepalamu dikompres, sebab aku
tak kamu mau sakit. J
Rss
Google+
Facebook
Twitter