"Kucumbui aroma rindu yang mengakut. Aku sembunyi, aku
letih. Ayolah, lekasalah datang padaku"
Aku tak lagi mengerti bagaimana cara mendapati
tidur yang nyenyak. Ratusan malam aku lewati dengan kedua mata yang sulit
sekali memejam, pikiran melayang-layang. Rindu ini bener-bener kejam! Atau,
memang seperti itukah kehebatan rindu? Aku tak mengerti, aku hanya ingin
melewati malam-malamku tidak lagi dengan keresahan hanya karena rindu yang juga tak terealisasikan. Aku tak lagi ingin menganggap ini sebagai kutukan. Aku
ingin belajar lebih dewasa dalam menanggapi sebuah masalah. Yaa, aku anggap
rindu yang sedang menyerangku ini adalah sebuah masalah yang harus lekas-lekas
dipecahkan. Sebenarnya, mungkin, semua itu akan menjadi mudah bila aku
dengan jujur dan percaya diri mengatakan padanya tentang rindu yang begitu meremas
hatiku ini. Aku yakin, dia akan merealisasikannya. Karena aku tau sebenarnya
dia bukanlah orang jahat, dia jahat mungkin karena dijahati. Aku percaya bahwa
dia memilki sisi baik, padaku juga mereka. Hanya saja semua menjadi
sulit ketika rasa malu, takut, tak percaya diri, kesal: bercampur menjadi satu.
Aku bungkam.
Aku suka menanyai diriku sendiri: "Wahai hati,
lekas-lekaslah bersahabat dengan tuanmu ini, tidakkah kamu jemu mengalami ini terus menerus?"
Yaa, aku merasa beberapa waktu ini begitu kacau.
Aku jenuh bila terus-terusan seperti ini. Hei, jangan salah paham dulu.
Aku sedang tak membicarakan kejenuhan yang tersurat untuk seseorang yang aku
rindui itu, aku membicarakan kejenuhan tentang rasa rindu yang hanya bisa aku
rasakan tanpa mampu merealisasikannya. Rindu ini bener-bener kejam! Atau,
memang seperti itukah kehebatan rindu?
Waktu sudah menuju ke sepertiga malam, dan aku
masih terjaga. Aku kelaparan, aku merebus mie instan, lalu menyedu segelas kopi
hangat. Setelah matang, semangkuk mie instan hanya jadi hiasan diatas meja, aku
tak berselera. Untuk secangkir kopi hangat, si kopi hangat inilah yang menjadi
kawan penghangatku didalam kesepian-kesepian yang masih belum menemukan tepinya
ini.
Aku melihat layar hp, tak ada pesan. Sampai
waktu menuju ke arah sepertiga malam, masih juga tak ada pesan dari seseorang
yang aku rindui itu. Aku selalu berharap akan ada pesan walaupun cuma satu dari
seseorang yang sedang aku rindu itu. Tapi, ah, rasanya menyedihkan sekali. Tiap
kali hp mungilku bergetar, aku kerap kali dilanda perasaan rawan atau bisa
disebut juga harap-harap cemas. Yaa, harap-harap cemas: apakah itu pesan dari
seseorang yang aku rindui ataukah bukan. Setelah mengecek pesan, dan ternyata
bukan seseorang itu pengirimnya, maka: aku lemas, murung, dan sesak di dada. Miris, bukan?
Adakalanya kita meluangkan waktu untuk mengurai
rindu. Berdua. Hanya berdua. Kadang aku mengkhayalkan hal-hal yang mungkin
nampak konyol: kita berdua pergi ke taman bunga berburu kupu-kupu, Meminum es
kelapa muda dan berjelajah mencari serpihan karang-karang di pantai
berlaut biru, ke tebing memetik pelangi yang menempel di pipi awan mengabu,
jalan santai menysuri jembatan yang sungainya dijatuhi sinar senja mengemas,
menghirup udara malam, menghitung bintang dan duduk dibawah pepohonan
bergaunkan dedaunan rindang lalu membicarakan tentang apapun yang mampu
membangkitkan kegilaan-kegilaan kita. Aku ingin seperti itu setiap waktu.
Yaa, sebaiknya ada waktu untuk kita berdua untuk saling menyatukan tanpa harus
menunggu dulu datangnya rasa rindu.
Aihh.. Sihir malam membuatku berceloteh tak
karuan. :)
Rss
Google+
Facebook
Twitter