Lelaki itu seorang seniman, dengan nama: Ezie Barata. Orang-orang memanggilnya Ezie, begitu juga aku. Dia
sedikit pendiam, namun diamnya itu laksana angin malam yang menyejukan. Dia angkuh, keangkuhan yang begitu menarik juga seksi. Dan satu yang aku sukai setelah
mengenalnya, dia itu liar. Aku suka lelaki liar. Aku dan dia sering kali
mencuri waktu sekedar untuk bertemu disebuah taman dekat Pantai. Bagiku,
dilihat dari sudut mana saja dia selalu nampak seksi dan menggoda. aroma
tubuhnya, aiihh.. membuatku lemas tak berdaya. Ini kali pertama aku merasakan
jatuh cinta, sialnya kenapa aku jatuh cinta pada lelaki yang sudah dimilki wanita lain, dan sialnya lagi wanita itu adalah temanku sendiri.
“Hai Ezie, Apa aku tak cukup cantik dan tak cukup
seksi bila harus menjadi wanitamu? Kenapa aku masih saja jadi yang kedua dalam hidupmu?”.
Senja menjatuhkan warna keemasan
pada daun-daun, pada genteng-genteng, pada jalanan berkerikil, pada
rumput-rumput juga pada tubuh lunglaiku yang sedang terdudukdiatas kursi yang rotan.
Waktu terkadang suka menghadirkan keresahan disela-sela keindahan pemandanagan
senja di dusun Karanggayam ini. Bila sudah begini, aku jadi malas untuk
melakukan apapun kecuali menterjemahkan keresahan yang sedari beberapa waktu
lalu terus saja menggoadaku. Lalu bibi Mariam datang menghampiriku.
“ Jangan diteruskan nduk, Diselingkuhin
itu sakit, bayangkan kalau kamu berada di posisi wanita itu. “
“ Aku mencintainya, bi..”
“ Apalah arti cinta kalau hanya
mengundang derita”
“ Kalau ga ada derita itu bukan
cinta, bi. ”
“ Jangan ngeyel, nduk..”
“ Sudahlah, biar waktu yang
bicara bawa takdirnya”
Bibi Mariam berlalu pergi, aku
beranjak dan merebahkan diri di kamar. Dalam kamar, aku terbaring dengan pikiran
yang meliliti akal sehatku. aku tak bisa bila harus melupakan lelaki itu. Ezie
itu bak oase dalam gersangku, hujan dalam keringku, suluh dalam pekatku, tinta
dalam kertas putihku. Ezie segalanya bagiku. Sungguh! Aku tak ada maksud merusak
hubungan orang atau yang biasa disebut orang ketiga. Bila aku mampu, sudah
sedari dulu aku memilih pergi. Percayalah! Sudah pernah aku mencoba untuk melepas
melupa, menjauh, tapi pada akhirnya aku luluh dan memilih kembali. Jangan
salahkan apa yang aku rasa, ini hanya masalah keadaan yang memang sedang tak
ingin bersahabat denganku.
"Wahai senimanku, kenapa
kau harus melukisku dibeberapa bulan lalu kalau pada akhirnya aku tak akan bisa
melupakan aroma tubuhmu yang wangi itu."
Senja menua, merangkai kumpulan
awan gemawan berwarna jingga keemasan. Indah dan menawan. segerombolan burung
bangau menggoda pandanganku, membuatku tak ingin lepas memandang langit senja
yang keindahannya laksana sorotan mata senimanku . Aku berjalan mengitari
jalanan yang beralaskan kerikil-kerikil kecil. hp bergetar. 1 pesan diterima.
"Shopie, kamu
dimana?"
" Di rumah"
"Ayo ketemu ditempat
biasa, aku rindu aroma parfummu, aku rindu cengkramanmu. “
“Baiklah, lekaslah jemput aku,
aku sudah bosan memendam rinduku yang menggebu-gebu "
Malam menyapa, aku bergegas
mempercantik diri untuk menemui Ezie si senimanku. Memang, aku tidak tau pasti
hubunganku dengan Ezie itu seperti apa. Yang aku tau, aku maupun Ezie sama-sama
menikmati kebersamaan ini. Hubungan kita memang penuh keabu-abuan, namun ini
begitu menyenangkan. Aku memilih mengenakan gaun merah, karena aku menyukai
warna merah. Merah itu seksi. Dengan gaun merah yang aku kenakan pasti aku akan
nampak semakin seksi. Dan begitu Ezie akan semakin mencintai aku. Karena dia
suka wanita seksi.
Selesai merias diri aku
termenung didepan cermin.
“Jangan diteruskan nduk, Diselingkuhin
itu sakit, bayangkan kalau kamu berada di posisi wanita itu”
Ucapan bibi Mariam terus saja
mengiang. Aku lunglai. Menjatuhkan diri dilantai.
"Apa salah jika aku
mencintai seorang lelaki yang sudah memilki kekasih? Bila aku mampu, sedari
dulu pasti aku sudah memilih pergi. Oh Tuhan, kenapa aku haruss mengalami ini?”
Aku keluar kamar, tapi bukan
untuk menemui Ezie, melainkan untuk mengadu pada malam yang kini sedang bercengkrama
dengan hujan. Tanpa alas kaki aku tertatih berjalan menelusuri jalanan
beraspal, rambut ku tergerai, basah.
"Aku memang mencintaimu, sangat mencintaimu. Tapi bagaimana mungkin aku
bisa tenang memilikimu, sedangkan yang kita tau wanita itu sangat menyayangi mu
dan mungkin juga kau pun belum bisa melepas wanitamu itu."
Hp ku berbunyi lagi, pesan
diterima, dari Ezie.
“ Pie, hari ini jadi ketemu, kan?”
“ Zie, Lebih baik kita gak usah
ketemu-ketemu lagi!”
“Loh? kenapa? Pati karena Naya?
“ Iya, aku merasa bersalah sama
Naya, dia bukan cuma kekasihmu, disini dia juga sahabatku”
“Sophie, bukankah kita sudah
sepakat, kita tak lagi membahas masalah ini”
“Ternyata ga segampang itu, Zie.
Aku butuh waktu banyak untuk memikirkan ini”
***
Bersambung
Rss
Google+
Facebook
Twitter